Langsung ke konten utama

Featured Post

Ashes Under the Aspen | Genshin Impact Fanfiction: MavuiTano / CapUika ( Mavuika x Capitano ) — America Colonization AU

    Hutan aspen di kaki Pegunungan San Juan tunduk pada kesunyian kala cahaya rembulan menyinari jagat. Dedaunannya berdesir pelan seperti desahan roh-roh tua bersahutan. Batang-batang putihnya menjulang bak jemari para dewa yang lupa bagaimana rasanya menyentuh bumi. Tahun di catatan sejarah telah menginjak angka 1908, rel kereta telah mulai menggigit pinggiran barat Colorado.  Sungai Arkansas mengalir lambat saat matahari terbenam, membelah tanah merah dan hutan pinus menjadi dua dunia yang tak pernah saling bicara. Di sisi timur berdiri kokoh kediaman keluarga Hadleigh, bangsawan kulit putih, pemilik tanah, pemegang kontrak dagang, dan peluru. Di sisi barat, di balik bayang-bayang pohon aspen, hidup suku Tetsune—para penjaga gunung, peramu hujan, dan pewaris bumi—jauh sebelum peta-peta dibuat. Kendati dunia luar sudah berubah mengikuti perkembangan zaman, masih ada satu sudut kecil yang belum terjamah modernisasi. Tempat itu tidak tergambar dalam peta manapun, tidak di...

50 Cara 'Tuk Curi Hatimu : Chapter 6 | ThomAya Prompt (ft. Jagoan Garuda)

  Thoma mulai melihat perubahan pada Ayaka—tatapan yang lebih lama, genggaman yang lebih erat, dan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. Strategi mereka berhasil, tapi masih ada satu langkah lagi.

Sebuah sentuhan kecil, cukup untuk mengguncang hati.

Dan kali ini, Thoma harus bergerak sendiri.


📝


Chapter VI – Cara Ketujuh: Sentuhan yang Bermakna

Hari berikutnya, strategi baru telah disiapkan. Jagoan Garuda sepakat bahwa ini adalah cara yang paling ampuh—metode yang tak perlu banyak kata, tak perlu situasi yang mencolok, tetapi dampaknya bisa mengguncang hati seseorang.

Sentuhan yang Bermakna.

“Ini bukan sembarang skinship,” Childe menjelaskan dengan penuh wibawa. “Kuncinya ada di momen. Kau harus membuatnya terasa alami, bukan dibuat-buat.”

“Ya,” Yoimiya menimpali. “Sebuah sentuhan kecil, tapi cukup untuk membuat Lady Ayaka sadar bahwa keberadaanmu itu… beda.”

Thoma, yang sedang menyeruput tehnya dengan santai, langsung tersedak begitu mendengar penjelasan itu. “UHUK-UHUK—Tunggu, apa?!”

Bala menepuk punggungnya dengan santai. “Ya, Amatiran. Ini cara ketujuh.”

“Apa-apaan ini?! SKINSHIP? Dengan LADY AYAKA?” Thoma hampir berdiri dari duduknya. “Gila, gila, ini udah keterlaluan! Aku masih bisa menerima strategi sebelumnya, tapi ini? Ini bukan strategi lagi, ini deklarasi perang!”

Mendapati reaksi ekstra hiperbola Thoma, Bala mendecih. “Alay banget, tinggal jalanin juga.”

Hanin mendesah sabar. “Bukan berarti kau harus langsung menggenggam tangannya di depan umum atau tiba-tiba memeluknya. Ini tentang momentum.”

Childe mengangkat satu jari. “Ya. Satu momen yang pas. Satu sentuhan yang sederhana. Tapi jika dilakukan dengan benar… BOOM!”

Yoimiya mengangguk penuh semangat. “Percayalah, ini bakal lebih efektif daripada semua cara sebelumnya.”

Thoma menatap mereka semua dengan wajah horor. “Kalian semua sudah kehilangan akal sehat.”

“Tapi kau tetap akan melakukannya, ‘kan?” Bala menunjukkan cengiran lebar—paling lebar dari semua senyum yang pernah dia tunjukkan; cengiran paling menyebalkan yang dia punya.

Thoma, yang sudah cukup lelah dengan strategi sebelumnya, hanya bisa menghela napas. “Aku masih merasa ini agak keterlaluan.”

Yah, bagaimanapun, kau tetap melakukannya,” Bala mengedikkan bahu. “Ayo, Thoma. Kau sudah sejauh ini.”

Thoma membuka mulut, hendak membantah—tapi tak ada kata-kata yang keluar. Mungkin, jauh di dalam hatinya, ia memang ingin tahu bagaimana Ayaka akan bereaksi.

Dan kesempatan itu datang lebih cepat dari yang diduga.


📝


Hari itu, keluarga Kusumadewa mengadakan pertemuan kecil dengan para kepala klan sekutu. Acara berlangsung di taman luas dengan paviliun kayu yang menghadap ke danau. Ayaka, seperti biasa, berada di tengah, mewakili keluarga Kusumadewa bersama Abimanyu.

Sementara itu, Thoma tetap di posisinya—dekat, tetapi tidak mencolok.

Hingga akhirnya, momen itu tiba.

Saat pertemuan berakhir dan para tamu mulai bersantai, Ayaka berjalan perlahan menuju tepi danau. Langkahnya anggun, tetapi gaunnya sedikit tersangkut di kayu paviliun yang menjorok.

Thoma melihatnya lebih dulu daripada siapa pun.

Tanpa berpikir panjang, dia bergerak.

Tepat sebelum Ayaka kehilangan keseimbangan, tangan Thoma sudah terulur. Ia meraih pergelangan tangannya dengan lembut, menahannya agar tidak terjatuh.

Ayaka terkejut.

Sentuhan itu tidak kasar, tidak memaksa—tetapi cukup kuat untuk menahan langkahnya.

Dan untuk beberapa detik, dunia terasa hening.

Mata Ayaka menatap tangan Thoma yang masih menggenggam pergelangannya. Ada sesuatu yang aneh dalam dadanya—sesuatu yang ia tak bisa jelaskan.

Sementara itu, Thoma menatapnya dengan ekspresi tenang, tetapi ada ketegangan di ujung matanya.

"Maaf," katanya akhirnya, melepaskan genggamannya secara perlahan. "Aku reflek."

Ayaka tidak langsung menjawab.

Jagoan Garuda yang mengamati dari jauh menahan napas. Yoimiya sudah menggigit lengan bajunya sendiri agar tidak bersorak.

Akhirnya, Ayaka menghela napas kecil, mengalihkan pandangannya. "Terima kasih, Thoma."

Tapi nada suaranya sedikit berbeda kali ini.

Dan itu cukup untuk membuat Jagoan Garuda yakin—mereka baru saja menyentuh titik krusial dalam permainan ini.



TO BE CONTINUED....



Tokoh 50 Cara 'Tuk Curi Hatimu


  • Ayara Kusumadewi (Kamisato Ayaka) alias AYAKA
  • Thomas Günther Schumacher (Thoma) alias THOMA
  • Abimanyu Kusumadewa (Kamisato Ayato) alias ABIMANYU

Tokoh Pendukung

Kwarto Jagoan Garuda

  • Hu Tao as Hanindya Putri Ramananda (Hanin)
  • Naganogara Yoimiya as Naganohara Yoimiya (Yoimiya)
  • Childe as Ajax Lyubovich Ledovsky (Childe)
  • Scaramouche/Kunikuzushi as Khaizuran Balaaditya Saguntur (Bala)

Komentar

Postingan Populer