Langsung ke konten utama

Featured Post

Ashes Under the Aspen | Genshin Impact Fanfiction: MavuiTano / CapUika ( Mavuika x Capitano ) — America Colonization AU

    Hutan aspen di kaki Pegunungan San Juan tunduk pada kesunyian kala cahaya rembulan menyinari jagat. Dedaunannya berdesir pelan seperti desahan roh-roh tua bersahutan. Batang-batang putihnya menjulang bak jemari para dewa yang lupa bagaimana rasanya menyentuh bumi. Tahun di catatan sejarah telah menginjak angka 1908, rel kereta telah mulai menggigit pinggiran barat Colorado.  Sungai Arkansas mengalir lambat saat matahari terbenam, membelah tanah merah dan hutan pinus menjadi dua dunia yang tak pernah saling bicara. Di sisi timur berdiri kokoh kediaman keluarga Hadleigh, bangsawan kulit putih, pemilik tanah, pemegang kontrak dagang, dan peluru. Di sisi barat, di balik bayang-bayang pohon aspen, hidup suku Tetsune—para penjaga gunung, peramu hujan, dan pewaris bumi—jauh sebelum peta-peta dibuat. Kendati dunia luar sudah berubah mengikuti perkembangan zaman, masih ada satu sudut kecil yang belum terjamah modernisasi. Tempat itu tidak tergambar dalam peta manapun, tidak di...

What I Didn't Do, My Fault — Onsaemiro Fanfiction : Hayoung Lee

    Meski tak semulus harapan awal, syuting 【Pagoda Muyoung】 akhirnya usai juga. Begitu pula dengan tahap penyuntingan, yang sudah berjalan separuh langkah. Dengan fenomena-fenomena unik yang terjadi di lokasi pengambilan gambar sepanjang proses syuting, sungguh tak disangka dapat terselesaikan. 

Tahap penayangan perdana drama itu sudah semakin mendekat, promosi makin gencar dilakukan rumah produksi. Banyak tawaran iklan yang masuk bagi pemeran 【Pagoda Muyoung】 . 

Netizen Korea Selatan diributkan oleh trailer drama 【Pagoda Muyoung】  beserta preview episode pertamanya. Di sana, mereka sibuk menyoroti akting pemeran Asanyeo. Dengan adanya sorotan itu, maka tak terlepas pula dengan pro dan kontra.

Ada pihak yang memuji kemampuan akting Hayoung Lee sudah lebih berkembang dari drama-dramanya sebelumnya. Akan tetapi, tak sedikit pula yang menyanggah dan menyebut itu hanya berkat kemampuan editing orang-orang di balik layar 【Pagoda Muyoung】 .

Mungkin Asanyeo adalah kunci jalan debut bersinar Hayoung Lee yang sesungguhnya.

Begitulah yang dipikirkan oleh para pemeran dan staf  【Pagoda Muyoung】.


○●


Namun, kenyataan tak semanis imajinasi.

Tepat di hari perilisan episode perdana  【Pagoda Muyoung】, jagad Korea Selatan kembali digemparkan dengan berita panas yang mencuat di internet. Berita itu adalah sebuah skandal orang terkenal — yang sepertinya adalah makanan favorit semua warga Korea Selatan, tidak, semua orang.

Skandal ‘perilaku buruk Hayoung Lee’.

Segera setelah melihat berita itu, Haeri bergegas lari menuju tempat singgah sang kakak, Hayoung. 

Cukup lama Haeri berdiri sana, tanpa mendapat jawaban satupun. Saat itu pula, Haeri merasakan sekujur tubuhnya bergetar. Sejuta pikiran negatif berkelebatan dalam benaknya. Satu kata untuk menggambarkan seluruh aksi Haeri hingga saat ini: khawatir. 

Ia khawatir kepada Hayoung Lee. Baginya, Hayoung itu lebih dari salah satu rekan sesama pemeran drama. Seorang Hayoung Lee adalah sosok panutan, senior, sahabat, dan kakak buatnya. Sosok yang memotivasinya untuk bertahan di dunia hiburan yang kotor ini.

Haeri tak ingin melepaskan sosok yang sehebat itu di matanya secepat ini. 

Sekali lagi, Haeri memencet tombol bel unit kondominium Hayoung Lee. “Kak Hayoung!” panggilnya kepada sang pemilik unit di dalam.

Namun sayang, lagi-lagi tak terdengar balasan atau bahkan bebunyian apapun dari dalam. Terdengar begitu sunyi, seolah tak ada kehidupan di sana. Hal tersebut membuat Haeri semakin panik.

Haeri mondar-mandir di depan pintu Hayoung sambil memegangi kepala. Ia cemas bukan main. Otaknya serasa sulit berpikir saking paniknya.

“Ah, benar. Kunci serep ...!” gumam Haeri, kemudian segera menuruni tangga — melenggang menuju tempat resepsionis. 

“Nona, saya Haeri Jin. Teman dekat aktris Hayoung Lee, kami bermain bersama dalam 【Pagoda Muyoung】! Asanyeo dan Guseulagi,” papar Haeri. Ia sukar memberi jeda dalam tiap kalimatnya, bak lupa mengambil napas.

“Mohon tenang, Nona Haeri Jin,” kata si resepsionis. “Tolong jelaskan pelan-pelan maksud kedatangan Anda kemari ... dengan pelan-pelan.”

“Satpam, tolong dampingi Nona ini,” titah si resepsionis sambil menunjuk kepada Haeri, lalu ke lift, kemudian ke atas — tempat kondominium Hayoung Lee berada.

Setelah dikeluarkannya perintah itu, seorang laki-laki agak sepuh berseragam satpam berjalan menghampiri, lalu membungkuk. “Mari, Nona,” ajak satpam kepada Haeri.

Sebelum keduanya menuju lift, Haeri mengangguk dan menjawab, “Terima kasih, Pak.”

“Nona Hayoung itu agak tertutup ... saya bersyukur ternyata punya teman sebaik Nona,” ujar satpam.


○●


Sang satpam membuka pintu dengan kunci serep.

Begitu pintu terbuka, aroma menusuk langsung menyerang hidung Haeri.

Haeri terhuyung mundur. Bau obat.

Selangkah demi selangkah, ia melangkah masuk ke dalam unit, dengan perasaan waswas.

“Ka-Kak Hayoung?” panggil Haeri dengan suara bergetar.

Matanya menyisir seluruh ruangan. Berantakan. Botol-botol kecil dan beberapa kemasan obat tergeletak di meja. Beberapa di antaranya sudah kosong.

Ia berjalan cepat ke ruang tengah.

Di sanalah ia melihat Hayoung, terduduk di lantai, bersandar pada sofa. Wajahnya pucat. Rambutnya berantakan. Tetapi matanya, yang sayu, menatap langsung ke arahnya.

“Haeri.”

Suara itu pelan, lemah.

“Kak Hayoung ...!” Haeri segera menghampiri, berlutut di depannya. Ia meraih tangan kakaknya itu, menggenggam erat. “Apa yang Kakak lakukan?! Kenapa tidak menjawab panggilan—”

Hayoung hanya tersenyum tipis. “Aku mendengar belnya. Tapi aku terlalu lelah untuk bangun.”

Haeri menggigit bibir. Ia melihat kembali meja di samping sofa.

Jumlah obat-obatan itu ...

“Kak ...” Suaranya tercekat.

Hayoung tertawa kecil. “Aku lelah, Haeri.”

Hening.

“Kadang aku jadi terpikir, mungkin aku lebih baik hilang saja dari dunia ini.”

Jantung Haeri mencelos. “Kak Hayoung, jangan berbicara begitu ...!”

“Kenapa?” Hayoung menatap kosong ke langit-langit. “Dengan begitu, mereka akan lebih senang, bukan?”

Haeri menggeleng cepat. “Itu tidak benar!”

“Mungkin aku memang seburuk yang mereka bilang ....”

Haeri menggenggam tangan Hayoung semakin erat. “Surga melihat segalanya, Kak. Surga tahu siapa yang sebenarnya benar dan siapa yang salah.”

Air mata menggenang di mata Hayoung. “Kau selalu berkata seperti itu, Haeri.”

Hening sesaat.

Kemudian, dengan suara hampir tak terdengar, Hayoung berbisik,

“Terima kasih ....”

Komentar

Postingan Populer