Langsung ke konten utama

Featured Post

Ashes Under the Aspen | Genshin Impact Fanfiction: MavuiTano / CapUika ( Mavuika x Capitano ) — America Colonization AU

    Hutan aspen di kaki Pegunungan San Juan tunduk pada kesunyian kala cahaya rembulan menyinari jagat. Dedaunannya berdesir pelan seperti desahan roh-roh tua bersahutan. Batang-batang putihnya menjulang bak jemari para dewa yang lupa bagaimana rasanya menyentuh bumi. Tahun di catatan sejarah telah menginjak angka 1908, rel kereta telah mulai menggigit pinggiran barat Colorado.  Sungai Arkansas mengalir lambat saat matahari terbenam, membelah tanah merah dan hutan pinus menjadi dua dunia yang tak pernah saling bicara. Di sisi timur berdiri kokoh kediaman keluarga Hadleigh, bangsawan kulit putih, pemilik tanah, pemegang kontrak dagang, dan peluru. Di sisi barat, di balik bayang-bayang pohon aspen, hidup suku Tetsune—para penjaga gunung, peramu hujan, dan pewaris bumi—jauh sebelum peta-peta dibuat. Kendati dunia luar sudah berubah mengikuti perkembangan zaman, masih ada satu sudut kecil yang belum terjamah modernisasi. Tempat itu tidak tergambar dalam peta manapun, tidak di...

Penghibur Malam — Genshin Impact Fanfiction: Cyno x Nilou (CyLou)

 “Jenderal Mahamatra Cyno!”

Cyno menolehkan kepala atas panggilan itu. Dengan wajah datarnya, ia memandang lurus sosok yang memanggilnya.

Seorang gadis berkulit putih dengan surai biru tua tengah berdiri di belakangnya. Gadis itu kini sedang mengatur napas, tadinya terengah-engah akibat berlarian mengejar Cyno. 

“Sebaiknya ini penting, sang Tembaruk Lintang. Ada apa?” tanya Cyno.

Sang Tembaruk Lintang, alias The Star’s Blessing, salah satu dari banyaknya julukan yang dimiliki gadis itu. Gadis itu belum lama terdaftar sebagai siswi Darshan Rtawahist, tetapi nama dan segala cerita kehebatannya telah terkenal di seluruh Sumeru Akademiya. Tidak ada yang tak mengetahui dirinya, setidaknya meski hanya nama, di sana. Tak terkecuali sang Jenderal Mahamatra sendiri.

Itulah reputasi hebat dari seorang Layla.

Layla yang sama dengan Layla di hadapan Cyno saat ini.

“Tolong jangan panggil saya dengan sebutan itu,” elak Layla.

“Lalu apa? Tukang Tidur Berjalan Eksentrik? Manusia Kalkulator? Atau—” Meski sekilas terdengar seperti makian, tetapi itu adalah gaya candaan Cyno.

Layla mengibas-ibaskan tangannya. Beberapa saat kemudian, ia mengeluarkan sebuah lembaran kertas dari dalam lengan bajunya. Kertas itu dilambai-lambaikannya di depan mata Cyno.

Namun, tampaknya Cyno tak ada ketertarikan untuk membahas kertas apa itu yang ada di tangan Layla. Begitu melihat kertas tersebut, ia langsung berbalik badan.

“Jenderal Mahamatra Cyno!” Sekali lagi Layla memanggil Cyno yang hendak melenggang pergi. Sepasang mata emasnya menatap Cyno dengan pandangan memelas.

“Tolong dengarkan dulu alasan saya ...,” bujuk Layla.

“Kita hanya bermain kartu Genius Invokation sekali ... bukan berarti kau bisa akrab padaku seperti ini. Aku tau kau juga sibuk,” ujar Cyno, usai sebelumnya menghela napas.

“Saya begini bukannya karena tertarik kepada Anda atau apa, Jenderal!” seru Layla menggema di sepanjang koridor. 

Itu tadi merupakan perkataan yang menusuk ulu hati Cyno. Akan tetapi, ia justru melihat sekeliling untuk memastikan situasi aman. Cyno langsung terkena double critical damage begitu matanya menangkap ada murid-murid bersembunyi di beberapa tempat. 

“Ini bukan ajakan kencan!” sanggah Layla lagi.

“Aku tahu, aku paham. Jadi sekarang kau bisa berhenti, Layla.”

“Baik, Jendral,” sahut Layla. Setelahnya ia berdeham.

Layla memulai ceritanya, “Saya mohon, Jendral ... saya tak dekat dengan siapa-siapa di sini, Anda lah satu-satunya orang yang bisa menolong saya saat ini.”

Cyno kembali menghela napas. “Apa boleh buat kalau kau sampai memohon begitu,” katanya. “katakanlah, apa yang bisa kubantu?”

“Kemarin-kemarin ketika saya pergi ke pasar ... saya bertemu wanita cantik, ia dengan ramah memberi saya secarik kertas ini. Tiket teater.” Saya menerimanya ... tapi saya baru sadar tanggal pertunjukannya sehari sebelum ujian. Singkatnya, saya lupa kalau besok ada ujian, sedangkan sudah telanjur berjanji untuk datang,”

“Kalau Anda mau datang ke Teater Zubayr nanti malam pukul 6, saya akan tertawa saat mendengar candaan-candaan Anda selama satu bulan penuh,” kata Layla lagi.

Layla menggosok matanya untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi.

“Anda serius?”


. • °


Bangku yang tak terlalu di depan ataupun belakang, tetapi cukup untuk dapat menyaksikan para lakon di atas panggung nantinya. Cyno lantas duduk di bangku itu, menunggu dengan sabar dimulainya pagelaran.

Sebetulnya, ia tak mengerti kenapa ia mau repot-repot datang ke acara ini. Layla hanya menyerahkan tiket dengan ekspresi penuh harap, lalu pergi begitu saja sebelum Cyno bisa menolak. Mungkin itu sebabnya dia ada di sini—karena tidak ada kesempatan untuk mengatakan "tidak".

Begitu tirai besar dibuka, seorang wanita muda berdiri di tengah-tengah panggung. Kulit putihnya semakin berkilau saat tersorot lampu. Ia berpakaian minim layaknya penari perut pada umumnya, dengan kostum didominasi warna biru dan putih. Kontras dengan rambut merah terangnya menjuntai panjang, diikat dua agak longgar di belakang. Wanita itu mengatupkan kedua tangan, sepertinya sambil tersenyum, lalu membungkuk.

Gerakannya mulai mengalir lembut, setiap langkahnya laksana kelopak teratai yang mengembang di permukaan air. Musik yang mengiringinya begitu halus, selaras dengan ekspresi yang ia tampilkan.

Sumeru dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Logika, analisis, dan angka adalah bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Tetapi malam ini, di bawah sinar lampu teater, Cyno melihat sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika—sebuah keindahan yang mengalir begitu saja, seakan mengundang siapa pun untuk larut dalam iramanya.


Penampilan lima menit itu berakhir terlalu cepat.


Cyno masih duduk diam ketika tepuk tangan membahana di dalam teater. Ia seharusnya bangkit dan pergi, tapi sesuatu menahannya. Mata emasnya kembali menatap ke panggung, mencari sosok wanita itu.


Namanya...?


Bukankah dia pernah mendengar nama itu sebelumnya?


"Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang Teater Zubayr," monolognya dalam hati. Cyno bangkit dari kursinya, berjalan keluar dengan langkah mantap.


Di luar, angin malam Sumeru bertiup sejuk. Entah kenapa, langkahnya sedikit lebih ringan dari biasanya.




“Namanya ...,” monolog Cyno. “Lain kali, aku harus tanya namanya.”











Penghibur Malam

a Cyno x Nilou AU fanfiction
brought to you by Shinadara





Notes:

SELAMAT TAHUN BARU 2023 GUUUUUUYYYYSSSSS!!! SELAMAT MENIKMAT CYLOU UNTUK HIDANGAN AWAL TAHUNNYA!!!

Terima kasih sudah membaca oneshot fanfiction Cyno x Nilou saya yang ecek-ecek ini. Kalau kalian sampai membaca notes rant ini, artinya kalian telah membaca Penghibur Malam — Genshin Impact Fanfiction: Cyno x Nilou (CyLou) sampai tuntas.

Judulnya Penghibur Malam, karena saya tak ada ide yang lebih bagus dari ini buat judul ... TT

Tapi, itu bukan berarti judul oneshot ini tak memiliki arti sama sekali. 

Selain itu juga karena cerita ini sebagian besar berlatar waktukan malam hari. Dan Nilou sebagai penari teater, menghibur pemirsa saat gelapnya langit malam di luar!

Bisa juga karena di sini, Nilou yang berada di atas panggung berperan sebagai penghibur Cyno dari penat.

#ea 

Kalau kamu sadar, di sini aku ada pakai beberapa kalimat dari perkenalannya Nilou. Karena .... 

ya, emang sebagus itu gitu, loh! Nangis banget.

 

 

Komentar

Postingan Populer