Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Amat Sempurna! — Genshin Impact Fanfiction: Hu Tao, Kamisato Ayato, Raiden Shogun/Raiden Ei

  Seorang pria bangsawan Inazuma yang berambut biru muda dengan perawakan tinggi, yakni Kamisato Ayato, kini tengah duduk sambil berpangku tangan di kantor pribadinya. Mukanya begitu serius. Namun, entah mengapa sesekali ia menyeringai, layaknya tokoh antagonis dalam manga shonen. Di depannya tertumpuk banyak lembaran kertas, yang sepertinya tak diambil pusing oleh sang pemilik meja.

Orang lain pasti mengira ia sedang menyusun rencana licik untuk menjatuhkan keshogunan Raiden yang kini tengah jaya di Inazuma, pembantaian, atau hal-hal semacamnya. Akan tetapi, nyatanya tuan muda Kamisato itu tengah mengingat-ingat cerita asisten sekaligus temannya, Thoma, saat makan malam dua hari lalu. 

Thoma bercerita, di Mondstadt ada sebuah perayaan tahunan yang jatuh pada tanggal 31 Oktober setiap tahunnya, di mana pada festival itu orang-orang akan mengenakan kostum menyeramkan. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang paling membuat bulu kuduk berdiri dan badan bergemetar. 

31 Oktober ... itu berarti mulai dari sekarang, dua minggu lagi.

Dua minggu lagi Halloween. Dan Ayato telah menyiapkan sebuah rencana sempurna untuk hari itu. Memikirkannya saja, membuat senyumnya makin melebar.

Ah, tunggu. Kalau begini caranya, mungkin yang dipikirkan orang lain itu benar ....

Tok, tok, tok.

Tak lama setelah pintu diketuk, terdengar suara yang tak asing berkata, “Waka-sama. Saya hendak menyampaikan pesan.

Oh, Thoma. Masuklah,” ujar Ayato. Ketika Thoma, pemilik suara tadi, masuk dan menghadapnya, Ayato melanjutkan, “Ada apa?”

Wakaoku-sama, sang Pengembara telah mengajukan permohonan untuk berjumpa dengan Anda.”

Ayato mengangguk. “Katakan padanya untuk menungguku di ruang tamu. Dan sampaikan pula padanya kalau aku akan menemuinya beberapa menit lagi.”

Thoma membungkukkan tubuh 30 derajat, dengan tangannya diletakkan di dada kirinya. “Baik, Wakaoku-sama. Kalau begitu, saya izin undur diri dulu.”

“Ya.”

Begitu Thoma beranjak dan pintu ruangannya kembali tertutup rapat, Ayato menatap pantulan dirinya di cermin. Lalu mengulas senyum. “Akan kumanfaatkan kesempatan ini untuk menguras informasi darinya.”


. . .


Beberapa waktu yang lalu, sang tuan muda berambut biru itu sukses mendapatkan banyak informasi dari tamunya. Mungkin justru terlalu banyak.

Dan dari semua informasi beruntun yang ia dapat dari sang Pengembara hari itu, ada dua hal yang menarik perhatiannya: ia dengar kalau pemimpin Inazuma tak bisa memasak. Makanan yang dibuatnya beresiko tinggi (untuk membunuh orang). Pengembara itu juga bercerita kalau ia hampir mati gegara masakan sang Archon Electro.

Lalu untuk informasi kedua ... sang Pengembara bercerita sedikit soal petualangannya di Liyue, negeri yang diperintah oleh dewa tanah. Di sana, ada seorang direktur rumah duka muda yang keceriaannya mematikan. Hu Tao namanya. Ia bersedia melakukan apapun demi mendapat pelanggan. Hampir seluruh warga Liyue telah merasakan pranknya.

Ayato pikir, dirinya, Raiden Shogun, dan Hu Tao dapat menjadi sebuah tim. Kombinasi yang sempurna. Tim ini benar-benar sempurna! Amat sempurna!

Senyum buaya kembali dipajangnya di wajah.

Sebelumnya, Ayato telah mengirim dan meminta untuk dibuatkan janji temu dengan orang nomor satu yang paling susah ditemui di Inazuma. Tak lain dan tak bukan archon-nya, sang Narukami Ogosho alias Raiden Shogun.

Namun bukannya Ayato yang harus pergi ke Tenshukaku, beliau justru bersedia untuk jauh-jauh bertamu ke Kediaman Kamisato. Sangat menguntungkan—maksudnya, sungguh suatu kehormatan.

Selain itu, beberapa saat lalu, Kediaman Kamisato telah menyambut kedatangan seorang tamu dari Liyue. Ya, Hu Tao dari Rumah Duka Wangsheng yang terkenal itu.

Ayato dan seluruh orang di sana langsung dengan kompaknya membungkukkan badan. Termasuk Ayaka.

“Saya, Kamisato Ayaka.”

“Dan saya, Kamisato Ayato.”

“... menghadap Yang Mulia Raiden Shogun sang Narukami Ogosho. Sebuah kehormatan bisa menyambut seorang archon di gubuk kami ini.”

Mendapati sambutan itu, sang Raiden Shogun mengangkat tangan kanannya setara dengan tinggi kepala mereka tertunduk. "Tidak perlu mengucap salam berlebihan begitu. Aku sama seperti kalian, penghuni Inazuma. Lagipula tujuanku kemari tak berhubungan dengan pemberkatan atau semacamnya, di saat seperti ini, tak ada perlunya mengumbar statusku yang agung."

Dengan begitu, semua orang di sana pun mengangkat kepala mereka yang semula tertunduk.

Ayato menatap sang adik, Ayaka, dari ekor matanya, kemudian mengangguk. Ayaka yang menyadari kode itu pun membalas sang kakak dengan anggukan pula.

“Bapak-Ibu dan Kakak-kakak pekerja sekalian, mari kita beri ruang privasi bagi tamu-tamu kita,” tutur Ayaka. Setelah berpamitan dengan Raiden Shogun, ia berbalik badan dan berjalan masuk ke sayap kediaman miliknya. Hal itu diikuti oleh para pelayan dan prajurit, termasuk Thoma, yang merasa diperintah oleh nonanya.

Begitu kondisi sudah terkendali dan sesuai kehendaknya, Ayato memasang sebuah senyuman menyambut. “Sekali lagi saya haturkan, selamat datang di Kediaman Kebesaran Klan Kamisato, Yang Mulia. Mari masuk ke dalam, dan tolong ikuti langkah saya,” ujarnya.

“Jadi yang harus kulakukan hanya memasak beberapa makanan untuk festival?” ulang Raiden Shogun buat memastikan. “... kalian sudah dengar rumor buruk mengenai keterampilan memasakku?”

“Rumor tersebut bukanlah hal buruk, Yang Mulia,” 

“Kemampuan memasak Anda itu merupakan berkat dari Celestia!” sahut Hu Tao dengan nada ceria, seolah hendak menghibur sang Shogun tersebut. 

Ayato lantas menyikut pelan lengan Hu Tao karena ucapannya yang terlalu sembrono itu.

Hu Tao terbatuk. Karena itu, ia meminta izin untuk berpaling muka, lalu menutup mulutnya yang terbatuk dengan tangan. 

Akan tetapi, di balik telapak tangannya, Hu Tao menyembunyikan sebuah seringai.

“Sebenarnya aku mencium suatu motif mencurigakan dari kalian. Tapi aku akan tetap tutup mata soal itu.”

Tanpa sadar, Ayato dan Hu Tao meneguk ludah. Memang tak mudah membohongi seseorang yang sudah hidup ribuan tahun! Terlebih yang di hadapan mereka ini merupakan seorang dewa, tak peduli bagaimana reputasinya di masyarakat.

“Kalau ku akan usahakan dengan pertemuan. Tapi, ehm, aku paling dekat dengan archon Liyue dan Mondstadt.”

“Tapi bukannya Liyue dan Mondstadt itu tanah tanpa dewa, Yang Mulia?”

“Jangan sembarangan, Tuan Muda Kamisato. Itu ofensif,” ujar Raiden Shogun, memperingati salah seorang rakyatnya.

Hu Tao mengangguk, membenarkan ucapan Ayato tadi. “Yeah, dewa kami sudah mati.”

Ei memijit pelipis. “Aku tak percaya kalau ia sungguh-sungguh gugur hanya karena kelelahan atau kehabisan kekuatan. Beliau orang yang kuat gila, bahkan ditakuti oleh para pemimpin. Tapi kalau seorang warga Liyue sendiri yang bilang begitu, oh, apa boleh buat ....”

“Baik. Kalau begitu kita akan berpindah ke topik selanjutnya, mengenai pembayaran ....”

“Tak perlu. Cukup bersumpah mengabdi sehidup semati pada Keshogunan dengan sepenuh hatimu,” ujar Ei. “... dan mungkin sediakan sedikit dango.”

“Sebagai gantinya, khusus selama projek ini berlangsung, aku memberimu izin untuk memanggilku Ei saja,”

“Sebuah kehormatan, Yang Mulia,” balas Ayato, seraya membungkuk. Ketika kepalanya menunduk, kembali ia mengulas senyum. Senyum yang begitu misterius ... sayang tak dilihat oleh orang lain.

. . .


“... Konsultan?”

“... Direktur?”

“Ada perlu apa datang Inazuma? Kalau kau di sini, lalu siapa yang menjaga Wangsheng, hai Asisten? Arwah penasaran klien terdahulu kita?”

“Aku yang mengundang beliau.”

Namun, Tatapannya menyuarakan, dia tak tahu aku Morax!

Ei panik. “Uh, um ... kami kenal karena sahabat pena!” “Itu, lho, yang kenalan dan ngobrol lewat surat-menyurat!”

“Pak Zhongli?”

Eh, iya. 

Hu Tao mengangguk-angguk. “Keren juga kau bisa bersahabat pena dengan seorang archon, Pak Zhongli. Kalau memang Raiden Shogun sudah angkat bicara, aku bisa apa?”

“Sahabat pena? Tee-hee, Baal kita sekarang seorang pembohong?”

“Diamlah. Kita tau kalau masing-masing dari kita bertiga adalah pembohong andal.”

“Pembohong, pembohong~”

“Aku sudah dengar, Baal. Katanya kau

Zhongli mengernyit. “Dengar apa?” tanyanya.

“Maaf, aku tak bisa bantu~ Karena tak pernah mengurusi hal begituan, saat ini posisiku paling lemah di antara tujuh archon~”

Labu-labu yang diukir menjadi bentuk yang dibuat menyeramkan. Mata tajam, hidung lancip dan gigi runcing. Seperti gambaran sosok nenek sihir di ilustrasi buku dongeng anak-anak.

© Lynette Jagodzinski

. . .


[Qixing Tianquan Ningguang: Akan kukejar dalang yang melukai rakyatku sampai ke ujung dunia!]

[Sosiolog Liyue Zhongli: Pelakunya Orang Iseng dai Kampus sendiri]

[Ms. Ningguang, The Tianquan Qixing of Liyue Openly Announces Her Wish to Unalive the Perpetrator Behind the Inazuma Great Festival Tragedy]

[Komentar Tsaritsa dari Snezhnaya atas Kehebohan Festival Oktober Raya Inazuma-Mondstadt: Saya Bagian Ketawa Saja]

Komentar

Postingan Populer