Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Wasted Times — Genshin Impact Fanfiction: Hu Tao x Xiao

 "Hem. Memang sudah bukan waktunya iseng-iseng lagi!"

Sambil bergantian memandang diri dan merapikan rambut dengan tangannya, seorang gadis berseru riang. Ia melirik ke kalender dinding yang terpaku di tembok kamarnya, lalu nyengir lebar. Kalender  Hari ini ulang tahunnya! "Hehe. Setidaknya hari ini saja."

Hu Tao menengok ke kanan-kiri, tetapi tak ada siapapun di sana, kecuali seorang pria hampir kepala enam yang sedang duduk manis di sofa ruang tamu. Meski sudah setengah abad, sosok itu masih berbadan tegap, sorot matanya yang tajam membaca koran di hadapan. Rambut belakangnya yang mirip seperti ekor tikus menjuntai panjang pun turut duduk di sofa.

Hu Tao menyebut sosok berambut nyentrik itu Pak Zhongli.

Seorang duda anak satu yang sejak tiga tahun terakhir telah berjasa besar mengurusnya. Bapak dari pemuda yang sudah ditaksirnya sedari kecil.

"Lho, kok cuma ada Pak Zhongli? Xiao ke mana?"

Yang disebut Pak Zhongli lantas menurunkan korannya dari pandangan sejenak, melirik Hu Tao dari sudut matanya. "Oh, ya. Selamat bertambah umur, Nak." 

Hu Tao membatu mendengar kalimat itu. Selamat ulang tahun— sebuah kalimat yang berisi tiga kata sederhana, tapi setelah almarhum kakeknya wafat, sudah semakin jarang didengarnya. Paling tidak, hanya ada suara mbak-mbak Google Translate yang setiap pagi pada tanggal 15 Juli dipaksa untuk mengucap selamat ulang tahun padanya.

Mendapati Hu Tao yang tak biasanya mematung begitu, Pak Zhongli mengangkat satu alis. Reflek ia merogoh saku kemejanya. "Butuh sangu tambahan?" tanya bapak-bapak satu itu.

"Heee? Nggak usah, Pak Zhongli!" Seketika, ada rasa tak enak yang menyelimuti hati. 

"Ya. Xiao tadi pamit ke luar, setelah Bapak suruh beli nasi kebuli sama. Belum balik-balik juga. Kau susulin, sana," ujar Pak Zhongli. "Perut Bapak udah keroncongan, tak sanggup menunggu dia."

Akhirnya! Keluar juga jurus satu kecap sepuluh kecap bapak-bapaknya!

"Selamat ulang tahun, Hu Tao!"

"Oya~ Hari apa, sih, ini? Huh, memang hari yang aneh!" lalu ia terkekeh. "Terimakasih, kalian. Tapi sayangnya, sepertinya aku sedang nggak bisa enjoy pesta ulang tahunku sendiri saat ini. Mungkin nanti malam. Call?"

"Meeehh. Aku bukannya beeenar-benar ingin merayakan ulang tahunmu"

Hu Tao sudah berancang-ancang untuk meluncur mencari pujaan hati. Bahkan, kini ia sedang melambaikan tangan sambil berseru riang, "Babai, Xiangling!" 

Namun, saat Hu Tao hendak melangkah keluar, lengannya ditahan oleh Xiangling, si gadis rambut bob biru gelap. "Kau mau ke mana, buru-buru? Tunggu sebentar," tegurnya.

"Eh, kenapa? Ini titah Bapak Negara!" elak Hu Tao. Ngeles. Dalam hati dirinya sudah memaki Xiangling tak karuan.

"Nasi pesanan calon Bapak Mertuamu."

"Apaan?"

"Nasi kebuli, nasi oseng tahu-tempe, sama ulas-ulas."

"Hari ini ulang tahunku, Xiao! Kau harus turuti permintaanku, ya!" Hu Tao penuh semangat.

Xiao hanya diam, tak menanggapi ocehannya.

Setelah cukup lama tak disahuti, Hu Tao kembali membuka mulut. "Oke, kuanggap kau bilang ya!" 

"Kalau aku bilang suka padamu, lalu aku bilang begitu, apa jawabanmu?"

Wajah Xiao memerah. Namun tampaknya wajah Xiao merona bukan karena tersipu. Air mukanya sangat tidak mengenakkan hati. Terlalu jelas untuk tak diacuhkan. Kali ini tentu Hu Tao tak bisa berpura-pura tak menyadari.

Xiao marah. Bahkan, baru saja terdengar gemeletuk gigi.

Yang jelas itu bukan berasal dari gigi Hu Tao.

Sementara Hu Tao masih terbengong, Xiao menepis kasar tangan Hu Tao yang bertengger di kepalanya. "Apa ini? Salah satu candaan-tidak-lucumu lagi, Nona Hu?"

"Eehhh, cuma tanya, kok. Nggak usah ngegas gitu~" ujar Hu Tao, tentu dengan aksen iseng ala-Hu-Taonya yang dikatai menyebalkan oleh banyak orang. Meski sudah bicara begitu, tapi, sebenarnya Hu Tao betul-betul penasaran. Bahkan kini, di otaknya, gadis itu tengah merapalkan sejuta harapan.

Sebenarnya mulai dari mana salahnya? Bagaimana bisa dirinya tercelup dalam familyzone seperti ini? Namun mungkin setidaknya ada setitik sisi terang: Xiao tidak menganggapnya musuh. Walau sudah membuat ia harus berbagi kasih sayang dan uang ayahnya. Itu hal yang positif, ‘kan? Apa benar, semua itu sia-sia?

Hu Tao menghela napas kasar. "... sudahlah, mungkin memang selamanya takdir Hu Tao menjadi badut."

"Nggak apa, Hu Tao. Jangan gelisah. Kita masih membutuhkan Badut Hu Tao, kok. Lima hari lagi ulang tahunku, lho." Childe jongkok di samping Hu Tao, lalu menepuk-nepuk punggungnya. 

Entahlah. Pikirannya semrawut, perasaannya campur aduk sekarang.



SELAMAT ULANG TAHUN, KARAKTER FIKSI HOYOVERSE KESAYANGANKU SETELAH RAIDEN EI, FISCHL, YOIMIYA, DAN GRISEO!!

Maaf, selama ini aku terus buat kamu sad ending di beberapa fanficku ... kujanji ke depannya aku akan buat ff tentangmu dengan happy end. Entah sebuah atau beberapa, tapi itu niatku. Hehe~

Oh iya, kuucapkan terima kasih sebanyak-banyak-banyak-banyaknya buat kalian yang sudah mau membaca ff gaje ini~

Komentar

Postingan Populer