Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

[Klee, No!!] Episode 2: Simulasi Thriller

Fischl, Barbara, Xingqiu, dan Noelle. Pemilik nama-nama itu masih sangat muda. Tahun ini umur mereka baru saja menginjak angka 17. Tujuh belas tahun itu masih muda, masih remaja. Seharusnya remaja itu masa-masa kita bisa bergerak bebas tanpa perlu memikirkan pajak, hutang, dan segala tetek bengeknya. Yang jelas, umur tujuh belas tahun itu terlalu muda untuk buat mati!

Benar. Seharusnya memang begitu. Betul begitu.

Namun pada akhirnya, secepat ini, kah, Tuhan mengambil nyawa mereka ...?

Suara yang mirip jangkrik itu masih belum kunjung berhenti. Selama suara aneh itu masih menghantui, degup jantung mereka masih belum bisa tenang. Keempat remaja itu nahas sekali, karena baru saja dititipi seorang anak tanpa mengetahui latar belakang bocah yang terlihat polos itu.

Uh, guys, kalau boleh kutanya, suara apa itu?” tanya Xingqiu. Dari suaranya saja, tidak kentara kalau saat ini ia sedang ketakutan, tetapi pupil matanya yang bergerak dari sudut ke sudut itu seolah menceritakan segalanya. 

“Tidak tahu. Asalnya pun aku tak tahu ....” 

“Ini simulasi thriller, ‘kan? Prank, ya? Prank doang, 'kan ....” gusar Barbara.

Noelle memejamkan mata, lalu menghela napas panjang. “Kuharap begitu. Tapi, mana kameranya?”

“Memang sudah saatnya ... dadah, dunia ....” sambar Fischl dengan begitu emonya. Dan yang tentu, membuat mereka makin panik.

Hum? Kakak-kakak kenapa takut begitu? Kata Tante Jean, Klee bisa main sama kalian!” Klee mengeluarkan sesuatu dari tas merahnya.

Ah, tolong. Kalau begini terus, mereka akan cepat menua sebelum waktunya. Rasanya sekarang ini mereka ingin pingsan berjamaah.


Episode ini dramatis sekali bukaaahhn? 😂

Kalau suka sama cerita yang model beginian, kalian bisa trakteer aku di Shinadara atau di Dwayalatus, buat modal ngurus blog ini. :D

Komentar

Postingan Populer