Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Klee & Ramadhan

 Seorang bocah pirang sedang menyusuri jalan setapak sambil terbungkuk lesu. Jalur berhiaskan batu-batu kecil itu menuju rumahnya. Namun tak seperti biasanya, kali ini ia tak bersemangat sama sekali meski sudah sangat tinggal beberapa langkah lagi.

“Klee!” Itu suara Tante Jean-nya.

Tak menyahut, Klee tetap melanjutkan aktivitas berjalan-loyo-sambil-menyeret-kakinya.

Jean menghampiri Klee. “Hey, Klee. Kamu kenapa loyo gitu?” tegur Jean, sambil membelai rambut pirang pucat bocah itu.

Dengan suara lesu, Klee menjawab, “Ramadhan, puasa ... ukh.”

“Hmm ....” sang perempuan bermata biru mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. Lalu beberapa saat kemudian kembali membuka mulut. “Kalau aku kasih tau kamu ini ... kamu langsung jadi semangat lagi, nggak, Klee?”

Karena agak penasaran, Klee mengangkat kepalanya sedikit. Tatapan matanya yang melirik pada Jean menunjukkan ketertarikan tinggi.

Jean terkekeh. “Kamu lupa, ya? Ramadhan ini ... Albedo, ‘kan, mau dateng.”

Klee meloncat kegirangan, lalu berlari ke dalam rumah dengan antusiasnya. “Kak Albedo!!” pekiknya.

“Klee, jangan lari-lari! Nanti jatuh!” seru Jean. Ia menarik napas panjang, lalu melanjutkan, “Klee, Albedo datangnya baru besok!” 

Namun, Klee tak mendengar itu. Ia sudah masuk rumah dengan mengantungi semangat rianya. 

Dan ... hal selanjutnya yang bisa kita prediksi, Klee kembali keluar dengan muka lesunya. Ya, dia kecewa karena di dalam sana tak ada Albedo yang ia cari-cari.

Namun, diam-diam ia menaruh harapan besar untuk esok hari. Kakak Albedo, kapan Kakak pulang ....?

Oke, hanya karena harus menahan lapar dan haus, mungkin bulan puasa memang tak selalu buruk. Selalu ada hal yang membuat Ramadhan menjadi sesuatu yang istimewa dan sangat ditunggu-tunggu. Benar, ‘kan?

Challenge accepted and completed, @Jessie! Heh!

Komentar

Postingan Populer