Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Bunga Kering

 Perempuan rambut coklat itu telah berdiri di sana sedari tadi. Mungkin sudah setengah jam ia hanya berdiri, sambil menatap intens ke satu objek: sebuah rangkaian bunga yang kelopaknya telah menghitam. Beberapa lembar kelopaknya memang terlihat berguguran di sekitar. “Ah... bunga itu kering hari ini.”

Sekelebat memori menggerayangi pikiran dan batin si perempuan rambut coklat kemerah-merahan.

Gedubrak!

“Aduh...” keluh sang gadis rambut coklat, sambil mengelus-elus pantatnya yang kesakitan. Di sekelilingnya, ada banyak buku berceceran.

“A-uh, maaf! Saya mohon maaf sebesar-besarnya, Nona!” Pria kikuk itu berseru panik, sambil berulang kali membungkuk.

“Eeehh, kenapa lo yang minta maaf?” Si gadis bertanya sambil mengernyitkan dahi.

Dengan suara yang bergetar, ia berseru, “Tolong jangan drop out saya!”

“Siapa yang mau DO siapa?”

“Eh?” ucap, sambil membenarkan letak kacamatanya.

Sedangkan, tak jauh dari sana, seorang gadis memperhatikan mini-opera sabun itu dari awal hingga akhir sambil terbahak-bahak.

“Ada apa, Kenari?” tegur sosok yang mendadak muncul dari balik punggungnya.

“Oh, itu. Di depan tadi barusan ada parodi sinetron, kayaknya. Yang tema superior girl dan eksterior boy gitu. Seru banget buat dilihat,” balas gadis yang dipanggilKenari’ sambil terkikik.

“Lah, eksterior boy apaan?” 

“Apaan kok, tiba-tiba ada eksterior boy?” 

“Kamu, 'kan?"

“Hah, mungkin maksudku inferior.”

“Oh, oke...”

Tak mau kehabisan topik, si gadis kembali menyeret soal panggilan terhadapnya. “Btw dih, apa banget kenari! Geli, ah! Hahahaha!”

Tiba-tiba pemuda itu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. Sementara tangannya menggenggam dua tangkai bunga yang mirip dengan bunga matahari, tapi bunga ini berukuran jauh lebih kecil, serta warnanya merah muda dan putih. Entah dari mana ia bisa tiba-tiba mendapat bunga itu. “Maukah dikau selamanya menjadi sang pemilik hati daku, hai Kenariku?”

Namun, bukan jawaban yang terdengar, melainkan tawa geli yang keras.

Ia menggelengkan kepala. Namun, semakin lama ia memandang bunga yang kelopak coklat kehitaman itu... semakin terasa panas pula matanya.

Tiba-tiba saja ia menepuk keras kedua pipinya, yang membuat orang-orang di sekelilingnya terkejut –bahkan meringis. “Ah, tidak! Sadarlah, Hu Tao! Sadar! Kumpulkan semua jiwamu! Kamu tidak boleh bengong di sini,” tegas Hu Tao pada dirinya sendiri.

“Eh iya, hampir lupa,” gumamnya.

Perempuan itu sedikit membungkuk, lalu di samping diletakkannya sebuah buket yang tersusun atas bunga zinnia, krisan putih, dan... mawar hitam. 

Hu Tao berjongkok, lalu mulai bermonolog, “Kau tahu? Kamu meninggalkanku sendirian, begitu saja... seharusnya aku membencimu karena itu. Tapi, hati naifku menolaknya. Otakku selalu memutar memori di mana kita masih tertawa bersama, memaksaku menyaksikan kenangan yang kini membuat hatiku sakit itu berulang-ulang. Hingga kini, aku masih terus mengingat suaramu, wajahmu... aku tak suka, tapi di saat yang sama aku tak bisa membencimu!” Dan tanpa sadar, dari matanya yang bermanik merah, air bening menetes —membasahi pipinya.

“Ah, seharusnya ini ulang tahunmu yang ke 27, ya? Kalau begitu... Selamat tiga-tahun-sebelum-kepala-tiga, Cilik,” ujar si perempuan iris merah, lalu dikecupnya batu nisan marmer bertuliskan Xiao itu. “Rest well, My Love.




Tak lama setelah Hu Tao angkat kaki dari sana, datanglah seorang pria dengan wajah sembilan belas tahunan di hadapan pusara itu. Ia memiliki rambut hitam kehijauan. Serta matanya yang berwarna kuning keemasan. Tidak seperti perempuan sendu tadi, pria ini memasang senyum. 

... meski senyum itu senyum masam.

Kemudian buket bunga yang baru saja diletakkan gadis kenari itu ia pungut. Kemudian bunga-bunga tersebut didekap olehnya.

“Terima kasih sudah mengingatku... dan jangan pernah membenciku, Kenariku,” ujarnya pelan, sebelum akhirnya lenyap bersama buket yang ada di dekapan.

Namun anehnya, sepeninggal si pria misterius, di pusara itu masih terdapat rangkaian bunga yang dibawa sang perempuan sendu... hanya saja kini warnanya bukan lagi merah muda, putih, dan hitam, melainkan coklat. Mereka berubah menjadi bunga kering.



Keterangan:

1. “...bunga yang mirip dengan bunga matahari, tapi bunga ini berukuran jauh lebih kecil, serta warnanya merah muda dan putih....”


Maksudnya bunga aster. Aster merah muda melambangkan cinta, romansa, kebaikan, dan juga kelembutanSedangkan aster putih melambangkan kesabaran, keanggunan.

2. “...bunga zinnia, krisan putih, dan... mawar hitam....”

Bunga zinnia memiliki arti kebaikan, kasih sayang yang abadi, dan persahabatan. Bunga ini dapat bertahan 2-3 minggu setelah dipotong.



Krisan putih bermakna kesetiaan dan cinta yang tulus.


Bunga mawar hitam sungguhan benar-benar ada di sebuah desa kecil Halfeti, Turki. Kabarnya, saat pertama kali mekar, mawar tersebut berwarna merah tua. Dan mungkin kebanyakan orang tau, kalau bunga mawar hitam melambangkan perpisahan dan kematian.


Heavily inspired by Yuuri's Dry Flowers

Komentar

  1. AUAOAUAOAJAOAKAOALOA DRY FLOWERSSS

    BalasHapus
  2. [ “Ah, tidak! Sadarlah, Hu Tao! Sadar! Kumpulkan semua jiwamu! Kamu tidak boleh bengong di sini,” tegas Hu Tao pada dirinya sendiri. ]

    Ih. Ini ngena banget, asli. Hatiku nyeri :((((((((((((

    BalasHapus
  3. Btw cocok banget disetel sama lagunya. (Kalau aku yang baca) pacingnya pas. Panjang lagunya sama durasi aku baca [Bunga Kering] ini pas. Cocok. Mantap. Applause!!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer