Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Prank Calls — Genshin Impact Fanfiction: Eula x Yanfei

Semua ini berawal dari Yanfei yang malas dan lelah setelah lama menghadapi Hu Tao dengan segala kekonyolannya. 

Terkadang candaannya Hu Tao memang lucu, tetapi terkadang saking recehnya sampai-sampai rasanya Yanfei ingin terjun ke dalam sumur. Tak jarang ia mempertanyakan humor Hu Tao. Apakah memang sudah menelungkup, seperti otaknya?

Dan yang paling sering, seperti sekarang ini ....
“Yanfei jomblo! Yanfei ngenes! Yanfei jones! Yanfeihahahaha!” ledek Hu Tao kepada Yanfei. Ia berjalan berbalik hadap dengan Yanfei. Menyebalkannya lagi, ia terus mengejek sambil menjulurkan lidah. 

Yanfei melengos dan memutar bola matanya. Tak membalas dengan sepatah katapun.

Namun, jackpot! Bermaksud menghindari gangguan, matanya justru menangkap seorang wanita yang memesona di seberang jalan. Hanya berjalan saja terpancar keeleganan darinya. Parasnya cantik jelita dengan tubuhnya yang tinggi semampai. Kulitnya putih cenderung pucat, rambut biru muda dengan bentuk tak simetris, serta mata heterokromia sektoral yang berwarna ungu di bagian atas dan kuning pasi di bawahnya. Semua yang ada padanya unik. Sempurna.

Yanfei rasa, ia telah jatuh hati kepada perempuan itu. Seperti cerita romansa klise lainnya, Yanfei jatuh cinta pada pandangan pertama.

Saat waktu sudah agak lama berlalu, barulah Yanfei tersadar kalau ... sang bidadari baru saja keluar dari gerai Kapten Beidou!

“Hu Tao, ayo!” seru Yanfei.

“Ayo apa?” tanya Hu Tao dengan nada bingung. Alisnya naik satu. “Hei, Yan–”
Dirinya tak sempat mengusaikan kalimat, apalagi bertanya lebih, karena dikejutkan dengan Yanfei yang tiba-tiba menarik tangannya sambil berlari sekencang mungkin menuju seberang jalan. Untung masih lampu merah!

Pemilik gerai itu, Kapten Beidou, melotot. Kaget? Pasti, lah!

Omong-omong, gerai ini merupakan lokasi Crux Travel, biro perjalanan dan pariwisata nomor satu di Liyue bertempat. Terdapat beragam akomodasi yang bisa dipilih.

Tanpa ba-bi-bu apapun lagi, dengan agak berteriak, Yanfei langsung menanyakan hal yang ada di pikirannya, “Kapten! Anda kenal dengan nona elegan tadi?” Cara berbicara dan tingkahnya pun seperti terburu-buru, tak seperti Yanfei yang biasanya, meski ia termasuk dalam lingkup pergaulan Hu Tao (baca: agak miring dan cerewet). 

“Bukan kenal, sih, tapi aku tahu dia siapa,”

“Bisakah Anda 

“Ah, Kapten!” keluh Yanfei. 

“Kenapa? Kau tertarik dengan Nona Elegan itu?” tanya Beidou dengan nada setengah mengejek.

Hu Tao dan Beidou melirik satu sama lain. Kemudian keduanya sama-sama memasang senyum licik, saling pandang sambil menaik-turunkan alis.

“Aku akan mengajarimu cara berkenalan. Sekali pertemuan langsung jadi pakar. Dijamin,” ujar Beidou dengan semangat membara, meski terdapat nada guyon di ucapannya.

“Jangan cemas, Yanfei! Sebentar lagi gelar jonesmu pasti terangkat! Semangat, Yanfeihahahaha!” Meskipun kalimat positif, tetapi terdengar menyebalkan di telinga Yanfei.

Dan entah mengapa, di saat yang sama ia mendapat firasat aneh tentang ini.


S h i n a d a r a


“Halo, dengan Ibu Eula?”

Eula mengernyit. Kemudian menjauhkan sedikit ponselnya untuk melihat nama si penelepon. Namun, tak ada huruf tertulis di sana. Hanya angka. Nomor tidak dikenal. Yang mana berarti ia tak pernah menyimpan nomor telepon ini. Maka dalam pikirannya ia bertanya-tanya, Siapa? Penipu? Bandar obat terlarang?

Tangannya yang bergetar memegang dada kirinya. Jantungnya berdetak kencang. Pikirannya serasa ambyar. 

Setelah menyelesaikan kalimat yang dirasa kacau, melantur, dan amat memalukan, Yanfei memejamkan mata. Astaga, kacau-kacau-kacau! Payah. Aku mengacau. Nona cantik pasti berpikir diriku orang gila kalau begini ..., batinnya.

Namun mengejutkannya, perempuan di hadapannya ini tersenyum!
“Namaku Eula Lawrence, dari Mondstadt.”

Gadis rambut merah muda itu spontan mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. Juga menatap Nonanya dengan pandangan tak percaya. “Ya?” responnya.

“Namaku Eula Lawrence, baru pindah dari Mondstadt seminggu yang lalu. Salam kenal ...?”

Yanfei mengerjap berulang kali. “Ah, uh ... saya Yanfei dari Mo–eh, Liyue!”

“Aku tak mau mengakuinya ... tapi sepertinya berkenalan dengan orang baru saat ini lebih menguntungkanku, daripada orang lain,”

Di seberang, Yanfei tersenyum lebar, hingga gusi di bagian atas giginya terlihat. Namun, tentu senyuman tersebut tak nampak bagi Eula. Lebih tepatnya, Eula tidak dapat melihat ekspresi Yanfei saat ini. Ini panggilan suara, bukan video call. “Nggak apa-apa, kok. I love you, by the way.

Eula mengernyit. Namun tak lama, baru ia menyadari kalimat terakhir Yanfei, I love you, by the way.

Matanya melebar, pipinya merah merona. Ah, Yanfei!

Komentar

Postingan Populer