Langsung ke konten utama

Featured Post

Ashes Under the Aspen | Genshin Impact Fanfiction: MavuiTano / CapUika ( Mavuika x Capitano ) — America Colonization AU

    Hutan aspen di kaki Pegunungan San Juan tunduk pada kesunyian kala cahaya rembulan menyinari jagat. Dedaunannya berdesir pelan seperti desahan roh-roh tua bersahutan. Batang-batang putihnya menjulang bak jemari para dewa yang lupa bagaimana rasanya menyentuh bumi. Tahun di catatan sejarah telah menginjak angka 1908, rel kereta telah mulai menggigit pinggiran barat Colorado.  Sungai Arkansas mengalir lambat saat matahari terbenam, membelah tanah merah dan hutan pinus menjadi dua dunia yang tak pernah saling bicara. Di sisi timur berdiri kokoh kediaman keluarga Hadleigh, bangsawan kulit putih, pemilik tanah, pemegang kontrak dagang, dan peluru. Di sisi barat, di balik bayang-bayang pohon aspen, hidup suku Tetsune—para penjaga gunung, peramu hujan, dan pewaris bumi—jauh sebelum peta-peta dibuat. Kendati dunia luar sudah berubah mengikuti perkembangan zaman, masih ada satu sudut kecil yang belum terjamah modernisasi. Tempat itu tidak tergambar dalam peta manapun, tidak di...

Tangled Feelings Upon A Tree: Chapter I | Genshin Impact Twoshot Fanfiction: Cylou , Cyno X Nilou (Salvation AU)

     Sinar matahari terik mengguyur hamparan pasir emas di padang pasir Sumeru. Angin panas berdesir, membawa butiran pasir yang beterbangan di udara. Di kejauhan, bukit-bukit pasir bergelombang seolah tak berujung, menyembunyikan sesuatu di balik lekukannya.

Cyno berdiri di puncak bukit, matanya yang merah ruby menyipit saat menatap sekelompok orang di bawah. Mereka adalah para bandit yang selama ini menjadi dalang di balik berbagai penculikan dan penyelundupan di Sumeru.


Mereka bukan sekadar bandit biasa.


Menurut laporan, mereka terorganisir dengan baik, memiliki koneksi dengan pihak-pihak tertentu di Akademiya, dan lebih berbahaya dari sekadar kelompok kriminal rendahan. Sumber-sumber rahasia melaporkan bahwa mereka sedang merencanakan sesuatu yang lebih besar—strategi yang bisa mengguncang stabilitas Sumeru.


Dan di sanalah Cyno berada.




Pihak Akademiya dan Korps Mahamatra telah menyusun rencana untuk menyusup ke dalam kelompok ini. Namun, hanya ada satu cara agar ia bisa menyelinap ke pusat mereka tanpa dicurigai: ia harus tertangkap.


Cyno menarik napas dalam-dalam. Dalam hidupnya, ia selalu memilih untuk bertarung dan menang. Namun, kali ini ia harus melakukan hal yang berlawanan.


Ia harus mengalah.


𓁄જ⁀➴



Malam itu, Cyno sengaja membuat dirinya terlihat oleh para penjaga kelompok bandit. Ia berlari melintasi bukit pasir dengan sengaja membuat jejak yang mudah ditemukan.

Tak butuh waktu lama sebelum sekelompok pria bersenjata muncul dari balik bayang-bayang, mengepungnya dari berbagai arah.


“Apa yang kita punya di sini?” Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka melintang di pipinya, menyeringai. “Bukankah ini Jenderal Mahamatra yang terkenal? Sejak kapan pemburu berubah menjadi buruan?”


Cyno tetap diam, matanya hanya mengamati pergerakan musuh. Ia bisa menghabisi mereka semua dalam sekejap jika ia mau. Namun, itu bukan misinya kali ini.


Pria bertato di lengannya maju, mengacungkan pedang ke arah Cyno. “Kenapa diam saja? Apa kau menyerah begitu saja, Jenderal?”


Cyno tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tombaknya dan berpura-pura melawan. Ia membiarkan serangannya sedikit melenceng, gerakannya lebih lambat dari biasanya, seolah-olah ia kelelahan.


Sebuah pukulan keras menghantam punggungnya.


Lalu satu lagi.


Hingga akhirnya, ia terjatuh ke pasir.


Seseorang menendang senjatanya jauh dari jangkauannya. Lalu ada suara tawa mengejek, diikuti oleh besi dingin yang melingkar di pergelangan tangannya.


Borgol.


“Kita bawa dia ke markas,” kata pria dengan luka di pipinya. “Pemimpin pasti ingin melihat hadiah istimewa ini.”


Dan dengan itu, Cyno dibiarkan terseret di atas pasir, menuju tempat yang tak diketahui.



𓁄જ⁀➴


Cyno membuka matanya.


Yang pertama ia sadari adalah rantai berat di pergelangannya. Yang kedua adalah ruangan yang gelap dan lembap, dengan udara pengap yang menusuk hidung.


Ia dikelilingi oleh dinding batu, lantai yang berpasir, dan hanya satu obor yang menyala di sudut ruangan.


Dan kemudian, ia melihatnya.


Di seberang ruangan, seorang gadis berambut merah kecoklatan duduk bersandar di tembok.


Pakainnya lusuh dan sedikit sobek. Pergelangan kakinya terikat rantai yang membatasi geraknya. Namun, meskipun wajahnya tampak letih, matanya masih memancarkan sesuatu yang sulit dijelaskan.


Ia mengenali gadis itu.


Meski wajahnya sedikit lebih tirus daripada terakhir kali ia melihatnya, meski matanya sedikit lebih suram dibandingkan dulu, tidak mungkin ia salah.


“Nilou...?”


Gadis itu mengangkat kepalanya, terkejut mendengar namanya dipanggil. Mata birunya membulat, seperti tak percaya pada sosok yang baru saja tiba di hadapannya.


“…Jendral Mahamatra Cyno?”


Ada jeda yang panjang di antara mereka.


Cyno mengerjap. Ini tidak masuk akal. Nilou telah menghilang selama lebih dari satu tahun. Banyak orang mengira ia telah mati. Bahkan Akademiya sendiri telah berhenti mencari jejaknya.


Namun, di sinilah ia.


Hidup.


Terpenjara.


Dan entah kenapa, ia merasa bahwa takdir telah mempertemukan mereka di tempat ini untuk sebuah alasan yang lebih besar.


𓁄જ⁀➴


Nilou tidak segera berbicara. Ia hanya menatap Cyno dengan mata membulat, seolah otaknya sedang bekerja keras untuk memproses kenyataan. Seolah ia takut bahwa ini semua hanya mimpi atau ilusi belaka.


Cyno pun tak bergerak. Ia masih duduk di lantai dingin itu, tubuhnya kaku. Ribuan pertanyaan berputar dalam kepalanya, tetapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tidak tahu harus mulai dari mana.


Angin padang pasir berdesir melalui celah-celah dinding batu, membawa aroma pasir dan tanah yang lembap. Dalam keheningan itu, hanya detak jantung mereka yang terdengar di telinga masing-masing.


Lalu, akhirnya Nilou bergerak. Dengan tangan gemetar, ia menutup mulutnya sendiri, seolah mencoba menahan tangis. Air matanya menggenang, tapi bibirnya melengkung dalam senyuman kecil yang penuh kepedihan. “Akhirnya aku memiliki teman di sini…” bisiknya, suaranya lirih dan bergetar.


Cyno menelan ludah. Melihatnya dalam kondisi seperti ini, jauh dari panggung yang seharusnya ia penuhi dengan tariannya, adalah sesuatu yang membuat dada Cyno terasa sesak. “Bagaimana bisa… kau ada di sini?” tanyanya akhirnya.


Nilou menunduk, menatap rantai di pergelangan kakinya, sebelum tersenyum pahit. “Kalau saya bilang saya juga tidak tahu, apa Anda percaya?”


Cyno tidak menjawab. Ia hanya menatapnya, menunggu.


Nilou menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya bersandar ke dinding dengan ekspresi pasrah. “Saya diculik setelah Festival Sabzeruz tahun lalu. Tidak tahu oleh siapa, tidak tahu untuk apa. Yang aku tahu, mereka mengikatku, membawaku ke tempat ini, dan sejak saat itu, saya tak pernah melihat cahaya matahari lagi.”

Ia tertawa kecil, tapi suara tawanya hambar, kosong. “Lucu, bukan? Orang-orang mengira saya sudah mati. Yah, kita tak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya— saya pun, juga hampir mempercayai itu.”


Cyno mengepalkan tangannya. Para bandit ini… mereka telah menculiknya dan membiarkannya terjebak di tempat ini selama lebih dari satu tahun. Seorang gadis seperti Nilou, yang seharusnya bersinar di bawah langit, malah dikurung di tempat gelap seperti ini.


Ia menarik napas panjang, mencoba mengendalikan amarah yang mulai mendidih dalam dadanya.


“Nilou,” katanya tegas. “Aku akan membawamu keluar dari sini.”


Gadis itu terdiam sejenak sebelum tersenyum kecil, kali ini lebih lembut. “Anda bilang begitu, Jenderal.” Ia memiringkan kepalanya, matanya masih menatap Cyno dengan lembut. “Tapi bagaimana cara Anda melakukannya kalau Anda sendiri juga terjebak di sini?”


Cyno menatap borgol di tangannya, kemudian ke pintu besi yang terkunci rapat. Ia bisa saja menghancurkannya dengan kekuatannya, tapi itu akan membuat misinya gagal.


Ia bukan benar-benar tawanan.


Ia datang ke sini dengan satu tujuan: mencari informasi. Jika ia terburu-buru, semua ini akan sia-sia.


“Dengar,” katanya, suaranya lebih tenang sekarang. “Aku di sini bukan karena mereka menangkapku begitu saja. Aku sengaja membiarkan mereka menangkapku agar bisa menyusup.”


Nilou mengerutkan kening. “Maksudnya…?”


“Aku ditugaskan untuk mencari informasi tentang kelompok ini. Mereka bukan sekadar bandit biasa, mereka punya rencana besar dan aku harus mencari tahu apa itu.”


Nilou terdiam. Ada kilatan pemahaman di matanya.


“Aku butuh bantuanmu,” lanjut Cyno. “Kau sudah di sini lebih lama dariku. Kau pasti tahu bagaimana tempat ini beroperasi, siapa yang paling berkuasa, dan ke mana orang-orang ini pergi untuk menyusun strategi mereka.”


Nilou menatapnya lama. Ada sesuatu dalam ekspresinya—bukan ketakutan, bukan kesedihan, tapi sesuatu yang lebih dalam.


“S-saya…” ia menggigit bibirnya. “Saya tidak yakin bisa membantu banyak.”


“Tapi kau tahu sesuatu, kan?” desak Cyno.


Hening.


Lalu, akhirnya, Nilou menghela napas panjang.


“Ada seorang pria yang sering datang ke sini,” katanya pelan. “Saya tidak tahu namanya, tapi orang-orang di sini memanggilnya ‘Komandan’. Setiap kali ia datang, para bandit langsung bersikap lebih hati-hati. Saya tidak pernah melihatnya secara langsung, tapi saya bisa mendengar suara langkahnya setiap kali ia berjalan di dekat sel ini.”


Cyno mendengar dengan seksama. Ini informasi yang berharga. “Dia orang yang memimpin mereka?” tanyanya.


“Saya rasa begitu.” Nilou mengangguk. “Dan setiap beberapa minggu sekali, beberapa orang dari kelompok ini akan pergi ke arah utara—menuju reruntuhan kuno. Saya tidak tahu untuk apa, tapi setiap kali mereka kembali, mereka membawa kotak-kotak besar. Saya pernah menguping sedikit, mereka menyebutnya ‘barang dagangan’. Tapi saya tidak tahu apa isinya.”


Reruntuhan kuno… barang dagangan…


Cyno mulai menyusun potongan-potongan informasi ini dalam kepalanya. Jika kelompok ini terorganisir, maka mereka pasti memiliki jaringan perdagangan ilegal. Dan jika mereka cukup berani untuk menculik seseorang seperti Nilou, itu berarti mereka memiliki perlindungan dari pihak-pihak kuat.


Ia harus mencari tahu lebih dalam.


Ia harus menyelesaikan misinya.


Tapi di atas segalanya—ia harus menepati janjinya untuk membawa Nilou keluar dari sini.


Cyno mengangkat kepalanya, menatap gadis itu dengan tekad membara.


“Aku janji, Nilou,” katanya pelan. “Aku akan memastikan kau keluar dari tempat ini. Apapun yang terjadi.”


Nilou hanya menatapnya dengan mata sendu. Ia tersenyum kecil—senyuman yang entah kenapa terasa begitu sedih.


“…Baiklah, Jenderal,” bisiknya. “Saya akan membantu Anda sebisa mungkin.”

Dan dengan itu, roda takdir mulai berputar.







Komentar

Postingan Populer