Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Last Warmth ~ Genshin Impact Fanfiction: Hu Tao x Xiao Apocalypse AU Microfiction

        Akhir-akhir ini, cuaca ekstrem terus-terusan melanda Bumi. Dari pergantian cuaca satu ke cuaca lain yang bertolakan keras itu terjadi, sudah banyak makhluk-makhluk bertumbangan. Dalam sekejap, di permukaan Bumi mayat-mayat tergeletak di mana-mana.

Hari itu, ketika hari pertama pertanda Katastrofe muncul.

Hari dimulai dengan pagi yang normal. Langit cerah, matahari secukupnya memapar Bumi dengan sinarnya. Angin berhembus sepoi-sepoi, di mana para burung akan terbang bebas sambil bernyanyi dan bersiulan di langit biru. Benar-benar kondisi yang indah untuk beraktvitas.

Namun, keindahan hari itu tak berlangsung lama.

Sekitar pukul 11, awan-awan mulai menghilang. Suhu terasa panas sekali, seperti pada musim kemarau 2015 di Indonesia. Berjalan biasa pada siang hari itu amat menyiksa, seperti berjalan di atas bara api yang panasnya bukan main. Kepala sakit, rasanya seolah akan pecah akibat terkena siram muntahan gunung-gunung berapi. Sekujur tubuh terasa seperti dikoyak hidup-hidup.

Pada keesokan harinya, badai salju-lah yang datang bertamu.

Dan mulai sejak itu, badai salju tak henti-hentinya menerpa di belahan dunia manapun. 

Setiap hari.

Setiap jam.

Setiap menit.

Setiap detik.mulai

Setiap sekon. 

Setiap waktu, non-stop.

Tanpa jeda.

Sama sekali-

【Bencana satu dan yang lain terus bermunculan, benarkah Kiamat sudah dekat? 】

【 Inilah wujud amarah Dewa-Dewi! Karena kita telah terbutakan oleh kenikmatan duniawi yang fana! Sebab kita telah melupakan kuasa-Nya yang bisa memporak-porandakan alam semesta ini kapanpun Ia mau! Ini baru permulaan .... 】

【 Tuhan ....】

【Sampai kapan kami harus terus menderita seperti ini, Tuhan? 】

【 Kapankah katastrofe ini akan berakhir?】

【 】

"Bertahan hiduplah."

"Ya. Bertahan hiduplah," beo Hu Tao. Di sela napasnya yang sesak, masih sempat ia tertawa. "Makan aku," ujarnya. 

"Bertahan hiduplah."

Komentar

Postingan Populer