Langsung ke konten utama

Featured Post

Senja hingga Fajar | The Unwelcome Guests of House Fildette "What If Scenario" Fanfiction | Dusk Till Dawn Songfiction

 "Hayleen," gumam Benedict, seraya mengucek matanya dengan tangan. Dikerjapkannya kedua netra itu untuk memperjelas pandangan, sementara jiwanya masih melayang setengah, entah ke mana. Beberapa saat kemudian, barulah Benedict terbelalak. Otaknya memastikan kedua mata Benedict terbuka lebar-lebar, membuka paksa akses logika yang bersarang di dalam sana.  Hayleen? Nama siapa itu? Terasa asing, tapi juga familier di saat yang sama. Bagaimana bisa aku merasakan ini ... , batin Benedict berkecamuk, mendebatkan suatu ketidakpastian yang terus berkecambah dalam benaknya. Kendatipun, Benedict berusaha mempertahankan senyum di wajah bagaimanapun caranya; ia telah belajar dari kesalahan masa lalu -- lebih tepatnya kompilasi kesalahan , sebab kesulitannya dalam mengontrol ekspresi ini kerap menjadi akar segala problematika dalam hidupnya. "Ayah, Ayah! Bangun!" Lagi, terdengar suara yang menjadi alasan Benedict memutar otaknya di pagi-pagi buta. Suara melengking anak perempuan.

Seorang Neighbor Baru Saja Tiba di Bumi, Apa Tujuannya? Kirayuu!

❝Wow! Inikah yang namanya Bumi, Replica?" Aku terkesima melihat keindahan sebuah planet yang didominasi warna biru itu. Di samping warna biru, adapula warna coklat dan hijau. Dari atas sini, planet itu tampak indah. Benarkah ini Bumi?


"Ya, Kirayuu! Tapi jangan senang dulu, kita masih belum sampai!"

"Eh, seberapa jauh?"


"Bergabunglah dengan kami!" Sambil salah satunya berseru begitu, sekelompok manusia konyol datang menghampiriku.

Aku menaikkan satu alis, bingung sekaligus heran.

"Kami menyebut diri kami, Dwayalatus! Sebuah tim menulis untuk senang-senang!

"Kita menerima semua orang, bahkan neighbor!"

"Debutmu sempat tertunda, kau tidak apa dengan itu?"

Komentar

Postingan Populer